Kamis, 29 Oktober 2015

Kebaikan

"Yah, supaya aku bisa memperbaiki jalan ke rumah Akek, aku harus jadi apa?"

Pertanyaan itu dilontarkan Aksara kemarin, ketika saya bercerita bahwa jalanan buruk ke rumah kakeknya sudah demikian adanya, bahkan sejak saya masih kecil.

"Menurut anak ayah, kira-kira jadi apa coba?" saya balik bertanya.

Dia terdiam. Kemudian menjawab dengan polos.

"Aku harus jadi bos toko bangunan!"

Saya terkekeh mendengarnya. Bukan karena jawaban itu lucu, tapi karena tak pernah membayangkan dia memikirkan hal-hal sebagaimana yang ditanyakannya, lalu memikirkan kemungkinan jawabannya sendiri.

Dengan nada serius dia kemudian menjelaskan, bahwa jika dia jadi bos toko bangunan, dia akan punya banyak stok batu, pasir dan semen untuk memperbaiki jalan.

Saya tak menyanggah penjelasannya. Tapi kemudian menambahi, bahwa kebaikan yang diinisiasi diri sendiri itu baik. Sangat baik. Hanya, kebaikan yang sendirian tak akan pernah cukup. Jadi, kamu harus bisa menularkan niat baik dan kebaikan itu pada banyak orang, terang saya.

"Oh, aku tahu gimana caranya menyuruh orang-orang lain," sahutnya cepat.

Saya mengernyit. "Bagaimana itu?"

"Aku harus jadi pemimpin!" ucapnya yakin.

"Kayak Jokowi dong?" goda saya.

"Ya nggaklah. Mosok kayak Jokowi," dia tak terima, lalu menyebut satu nama lain, nama yang selalu melekat di bibirnya jika diajak ngomong hal-hal semacam itu.

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar