Kamis, 29 Oktober 2015

Lamaran

Terkadang, saya diminta oleh beberapa kawan untuk didapuk sebagai jubir lamaran. Ini mungkin sudah amal warisan. Bapak saya, sejak muda sampai sekarang sering diminta sebagai jubir lamaran. Setelah agak berumur, diminta pula jadi pemberi ular-ular, semacam nasihat pernikahan. Konon, Bapak bertemu Ibu saya juga ketika Bapak menjadi jubir lamaran salah satu sahabatnya.

Tapi seringkali permintaan seperti itu mendadak. Pagi tadi, saya belum tidur ketika bloger terkenal sekaligus penulis buku 'Diplomat Kenangan', meminta saya untuk jadi jubirnya dalam rangka melamar gadis pujaan hatinya.

Saya kaget bukan kepalang. Kontan saya segera mengontak Eka Pocer untuk pergi ke Magelang. Habis Ashar persis, berangkatlah kami berdua ke Magelang. Saya harus berunding dulu dengan pihak keluarga Sang Bloger tenar itu, kapan dan bagaimana prosesnya.

Untuk membicarakan hal itu, Sang Bloger membawa kami ke Kaliangkrik, desa asal Ibunya. Dan akhirnya di sinilah kami, di sebuah warung lotek yang sungguh lezat. Ibu Sang Bloger ternyata baru saja membuka warung lotek. Saya dan Eka disambut dengan hangat. Loteknya luarbiasa enak. Dan untuk pertama kalinya saya makan bakwan yang isinya daun ketela. Dahsyat!

Usai makan, ketika hampir semua orang sudah menunaikan salat Magrib, pembicaraan penting itu dimulai.

Akhirnya kami merancang semua jalan acara lamaran. Tanggal sudah saya lingkari. Saya cek satu persatu ubarampe lamaran. Ketika semua beres, barulah saya pamitan pulang.

Saya terharu karena diantar semua anggota keluarga Sang Bloger. Begitu mobil bergerak, saya baru teringat sesuatu.

"Lho yang mau dilamar siapa, Gus?"

Agus Mulyadi yang duduk di belakang terdiam. Mobil saya hentikan.

"Siapa namanya?"

"Lha ya itu, Mas... Aku juga gak tahu."

"Gimana sih? Kowe dijodohkan?"

Agus terdiam. Tak sabar saya keluar dari mobil. Balik lagi ke warung lotek terenak se-Jawa Tengah itu.

"Bu, maaf saya kelupaan bertanya, siapa nama perempuan yang mau dilamar Agus?"

Keluarga Agus tampak bingung. Lalu ibunya menjawab, "Lho Mas, yang tahu perempuan itu ya hanya Agus... Wong perempuan itu belum pernah diajak ke rumah."

Saya jadi makin bingung. Saya balik lagi ke mobil. "Gus, sapa jenenge cah wedoke?"

"Anu, Mas... baru besok atau lusa mau taktembung."

"Diamput. Berarti ceweknya belum tentu mau?"

"Kayaknya sih mau, Mas?"

"Tenane?"

"Wah, gak tahu ya, Mas..."

"Lho piye, sih?!" saya mulai emosi.

Agus diam. Dia seperti merasa bersalah. Tiba-tiba saya merasa kasihan...

"Gus, kamu yakin kalau dia mau sama kamu?" saya memelankan nada suara.

Agus terus diam. Sepasang matanya berair. Wah, sinetron ini, batin saya.

Eka langsung mengambil alih situasi. Dia minta saya melanjutkan perjalanan menuju Magelang, mengantar Agus ke rumahnya.

Di perjalanan, barulah bloger terkenal itu mengaku kalau dia gak yakin cewek idamannya mau sama dia.

"Lha kalau nanti kamu ditolak, berarti gak jadi melamar?"

"Kayaknya aku juga gak jadi nembak dia, Mas..."

"Heh?!"

"Setidaknya kan aku sudah merancang niat baik, Mas."

"Niat baik gundulmu!"

Eka akhirnya kembali menengahi. "Ya wis, Mas. Setidaknya kita tahu warung lotek paling enak se-Jawa Tengah..."

Aku cuma bisa unjak ambegan. Tak habis pikir...

(Puthut E.A.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar