Rabu, 28 Oktober 2015

Pertunangan yang Membangun

CONSTRUCTIVE ENGAGEMENT. Saya ndak tahu terjemahan pas-nya. Ini konsep atau jargon dunia LSM. "Pertunangan yang membangun"?

‪#‎halah‬

Tapi kira-kira mirip pro-kontra apakah para tokoh pergerakan dulu perlu masuk volkskraad (DPR Hindia Belanda) atau tidak.

Yang masuk Volksraad seperti Tjokroaminoto melakukan strategi kooperasi (constructive engagement). Yang di luar seperti Sukarno, Hatta, dan Sjahrir melakukan non-kooperasi.

Hari ini saya baca ada kekecewaan besar terhadap sebuah LSM internasional yang melakukan "constructive engagement" dengan raksasa-raksasa perkebunan kelapa sawit karena kehadiran mereka dijadikan "green wash" alias cuci dosa dengan dalih sudah melibatkan (penilaian) LSM.

Pengkritiknya adalah pihak yang kemarin di facebook juga dikritik keras melakukan "constructive engagement" dengan pemerintah. Mereka menyebut "langkah pemerintah (pusat) sudah tepat dalam menangani kabut asap".

Kalimat ini dikecam keras para aktivis lingkungan di lapangan yang melihat langkah pemerintah tidak signifikan, apalagi pemerintah juga menolak mengumumkan korporasi yang terlibat pembakaran hutan.

Dari sudut pandang ini, pilihan "constructive engangement" yang dilakukan pada korporasi dan Istana sama-sama bisa dipakai untuk "green wash" alias cuci dosa. Baik lewat klaim korporat maupun klaim politik.

Konon, faktor umur dan kemapanan ikut menentukan apakah seseorang/lembaga cenderung memilih "constructive" atau "confrontative engagement". ‪#‎eh‬

(Dandhy Dwi Laksono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar