Jumat, 06 November 2015

'65 adalah Konflik Perebutan Sumber Daya

Kalau kita baca 3 karya ini: 1) disertasi Redfern (2010). "Sukarno’s Guided Democracy and the Takeovers of Foreign Companies in Indonesia in the 1960s"; 2) thesis Kanumoyoso, (2001) "Menguatnya Peran Ekonomi Negara: Nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia."; dan 3) karya klasik Robinson, "Indonesia: The rise of capital," maka akan sangat jelas bahwa 65 adalah konflik perebutan sumberdaya.

Dalam ketiga karya itu dijelaskan 4 gelombang nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia. Gelombang pertama, nasionalisasi diawali pada 1957-59 melalui pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda, gelombang kedua, adalah pengambilalihan perusahaan Inggris pada 1963; ketiga, perusahaan Malaysia, Inggris, dan Belgia, pada 1964; dan keempat, pengambilalihan semua perusahaan asing dengan penekanan pada perusahan yang berasal dari Amerika Serikat pada 1965. Namun, ada pengecualian terhadap perusahaan2 minyak yang tidak dinasionalisasi.

Kemudian, kampanye anti-Imperialisme Sukarno yang dibungkus dalam slogan Berdikari, dalam hubungan luar negeri dimaterialkan dengan jelas melalui keluarnya Indonesia dari IMF, WB, dan PBB. Tak heran Naomi Klein menyebut Sukarno "Chavez of his time".

Paska 65, arah berubah. perusahaan2 asing semakin kuat, terutama yang di minyak, freeport masuk, Indonesia gabung kembali dengan IMF, WB, dan PBB, dst.

Saya bukan pemuja nasionalisasi. Toh dinasionalisasi pun yang mendapatkan aliran keuntungan juga adalah elit, bukan orang kebanyakan. Saya juga bukan pengagum tanpa syarat Sukarno. Saya juga tidak mengatakan memulihkan hak2 orang yang menjadi korban kekerasan negara orde baru tidak penting.

Namun yang paling paradoks dari apa yang terjadi hari2 belakangan ini adalah, ketika orang seperti Todung Mulya Lubis yang menjadi pengacara korporasi besar seperti Exxon -- warisan material yang nyata peristiwa 65 di sektor ekonomi keruk dan material yang nyata pula dari negara sebagai ujung tombak kapitalisme yang sempurna -- justru menjadi "pahlawan" ! Yeahhh... hidup politik dua kaki !

(Bosman Batubara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar