Selasa, 17 November 2015

Lagi-lagi Freeport

Salah satu poin renegosiasi yang Freeport ngotot mempertahankannya adalah terkait mekanisme divestasi. Freeport ingin divestasi melalui lantai bursa, atau IPO. Namun, PP 77/2014 sudah mengatur bahwa proses divestasi wajib dilakukan melalui penawaran kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD, serta badan usaha swasta nasional. Intinya, spirit PP itu adalah soal porsi kepemilikan nasional yang harus terus membesar, yang tak mungkin terjamin jika divestasi dilakukan lewat bursa.

Anehnya, pemerintah sendiri, baik melalui Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan, sejak sangat dini mengaku tak akan mengambil tawaran itu, dengan alasan negara tak ada duit. Rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN yang kemarin dibatalkan DPR pun, lebih dimaksudkan untuk proyek infrastruktur.

Keanehan lain, kalau kita ikuti proses renegosiasi yang sudah berlangsung, meskipun mekanisme lewat bursa itu sebenarnya tak dimungkinkan, pemerintah melalui Kementerian ESDM terus saja menjajaki opsi yang diminta oleh Freeport tersebut. Itu sebabnya kenapa Sudirman ngotot untuk merevisi PP tadi.

Jadi, di tengah gonjang-ganjing soal transkrip yang sedang dimainkan Sudirman, saya kira isu ini patut diduga akan berimplikasi pada mulusnya mekanisme divestasi lewat bursa tadi. Alasannya apalagi kalau bukan "transparansi".

Nah, siapa yang bermain dan untuk kepentingan apa di balik isu panas ini, bisa ditimbang dari siapa yang akan diuntungkan jika opsi divestasi akhirnya mulus dilakukan lewat bursa. Yang jelas, itu opsi yang sejak awal dikehendaki oleh Freeport dan diamini oleh Sudirman. Dan cukup jelas, opsi itu tak menguntungkan insterest group yang ada di belakang SN.

Jadi, mempahlawankan salah satu pihak dalam interest group yang sedang bermain dibelakang dua opsi itu jelas posisi yang keblinger. Pahlawannya belum muncul, Pemirsa, he he he.

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar