Sabtu, 31 Oktober 2015

Ekonomi Barter

Ada suku Anak Dalam di Jambi yang hidup nomaden. Ada suku Malind di Papua yang peradabannya meramu (menetap, tapi hidup dari apa yang ada di hutan dan tidak --bukan belum-- mengenal konsep budidaya).

Ada juga orang-orang di Pulau Lembata yang mempertahankan sistem barter karena tak mau "diperdaya" inflasi.

"Kalau pakai uang, kalau mau beli ikan, minimal harus 5.000. Padahal kita hanya butuh ikan 3.000. Jadi lebih baik pisang langsung ditukar ikan," kata seorang penjual di Lembata.

Tragisnya, kita yang hidup dibelit cicilan kredit rumah dan hanya punya uang yang tak seberapa sebagai satu-satunya alat tukar, malah merasa peradabannya lebih tinggi.

(Dandhy Dwi Laksono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar