Sabtu, 31 Oktober 2015

Pak Wir

Dalam debat capres tahun 2004, yang diikuti oleh lima kandidat, menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap sektor informal di Indonesia, seorang capres mengemukakan jawaban meyakinkan yang selalu saya kenangkan hingga kini.

"Saya kira kami akan berusaha untuk menjadikan sektor INFORMAL sebagai sektor FORMAL," ujarnya, yakin.

Jawaban itu meluncur dari Wiranto. Saya tak tahu apa yang dibayangkan oleh beliau ketika mendengar istilah sektor informal. Yang jelas, baginya, cara untuk mengangkat sektor "informal" adalah dengan melakukan "formalisasi". Logikanya mungkin sesederhana tanya jawab model sinonim dan antonim di lembaran ujian waktu sekolah dasar dulu. Karena "informal" bermakna inferior, peyoratif, maka solusi untuk mengatasinya adalah dengan "formalisasi", yang bermakna sebaliknya.

Apa yang dimaksudkannya dengan formalisasi itu tak jelas benar. Mungkin sektor informal akan diwajibkan mengurus surat ijin usaha, punya akta notaris, memiliki NPWP, atau sejenisnya. Entahlah. Karena menggelikan, saya terus mengingat jawaban itu hingga hari ini.

Siang ini, membaca berita tentang tawaran presiden untuk "merumahkan" Suku Anak Dalam, saya tiba-tiba teringat kembali pada jawaban Pak Wiranto dalam debat capres hari itu, sebelas tahun lalu.

(Tarli Nugroho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar