Jumat, 16 Oktober 2015

Panduan dan Prinsip-prinsip Etika Peliputan Anak-anak

Pewartaan terhadap anak dan remaja memiliki tantangan khusus. Dalam beberapa kasus, tindakan peliputan terhadap anak-anak menempatkan mereka atau anak-anak yang beresiko menerima ganjaran atau penstigmaan.

UNICEF telah mengembangkan prinsip-prinsip untuk membantu wartawan karena mereka meliput berbagai soal yang mempengaruhi anak-anak. Yang ditawarkan ini adalah pedoman yang UNICEF percaya akan membantu media untuk meliput anak dengan cara yang sesuai dengan usia dan kepekaannya. Pedoman ini dimaksudkan untuk mendukung niat etis terbaik dari wartawan: melayani kepentingan umum tanpa mengorbankan hak-hak anak.

Prinsip-prinsip

  1. Harkat dan hak-hak setiap anak harus dihormati dalam keadaan apapun.
  2. Dalam wawancara dan pemberitaan terhadap anak-anak, perhatian khusus harus dicurahkan pada hak setiap anak atas privasi dan kerahasiaan, hak mereka untuk didengar pendapatnya, hak untuk berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi mereka dan harus dilindungi dari bahaya serta penghukuman, termasuk potensi bahaya dan penghukuman.
  3. Kepentingan terbaik setiap anak harus dilindungi atas pertimbangan lain, termasuk advokasi untuk soal anak-anak dan pemajuan hak-hak anak.
  4. Ketika mencoba untuk menentukan kepentingan terbaik bagi anak, hak anak untuk memiliki pandangan mereka sendiri harus dipertimbangkan bobotnya sesuai dengan usia dan kematangannya.
  5. Mereka yang terdekat dengan situasi anak dan yang terbaik dapat menilainya harus diajak berkonsultasi tentang konsekuensi politik, sosial dan budaya dari peliputan apapun.
  6. Jangan menerbitkan cerita atau gambar yang mungkin menempatkan anak, saudara atau rekan-rekannya yang berisiko bahkan ketika identitas mereka pun diubah, dikaburkan atau tidak digunakan.

Pedoman mewawancarai anak-anak

© HW | Pemotretan tanpa sepengetahuan [November 2011, Teras Bursa Efek Jakarta, #OccupyJakarta]. Pengunggahan dengan izinnya (Oktober 2015).
  1. Jangan merugikan seorang anak pun; hindarilah pertanyaan, sikap atau komentar yang menghakimi, tidak peka terhadap nilai-nilai budaya, di mana anak dalam bahaya atau mengekspos anak untuk pelecehan, atau mengaktifkan rasa sakit dan kesedihan anak dari peristiwa traumatis.
  2. Dalam memilih anak-anak untuk mewawancarai mereka jangan melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, usia, agama, status, latar belakang pendidikan atau kemampuan fisik.
  3. Tidak ada pementasan: Jangan meminta anak-anak untuk menceritakan sebuah cerita atau mengambil tindakan yang bukan bagian dari sejarah mereka sendiri.
  4. Pastikan bahwa anak atau wali tahu bahwa mereka berbicara dengan wartawan. Jelaskan tujuan wawancara dan tujuan penggunaannya.
  5. Mendapatkan izin dari anak dan walinya untuk semua wawancara, rekaman video dan, bila mungkin, untuk foto dokumenter. Bila dimungkinkan dan layak, izin ini harus tertulis. Izin harus diperoleh dalam keadaan yang memastikan bahwa anak dan wali tidak dipaksa dengan cara apapun dan bahwa mereka memahami bahwa mereka adalah bagian dari cerita yang mungkin disebarkan secara lokal dan global. Hal ini dilakukan lazimnya untuk memastikan jika izin diperoleh dalam bahasa anak dan pastikan keputusan telah dibuat dalam konsultasi dengan orang dewasa yang dipercayai oleh anak-anak tersebut.
  6. Perhatikanlah ke mana dan bagaimana anak tersebut diwawancarai. Batasi jumlah pewawancara dan fotografer. Cobalah pastikan bahwa anak-anak merasa nyaman dan mampu menceritakan kisah mereka tanpa tekanan dari luar, termasuk dari pewawancara. Dalam wawancara film, video dan radio, mempertimbangkan apa pilihan latar belakang visual atau audio yang mungkin menyiratkan tentang anak dan dia atau kehidup dan ceritanya. Pastikanlah bahwa anak tidak akan terancam atau terpengaruh dengan menunjukkan rumah mereka, komunitas atau keberadaan mereka di muka umum.

Pedoman untuk meliput anak-anak

© HW | Pemotretan dengan sepengetahuan [Galeri Cipta II, TIM, September 2015]. Pengunggahan tanpa permintaan persetujuan/ izin (Oktober 2015).
1. Jangan menstigma lebih lanjut setiap anak; hindari pengkategorian atau uraian yang mengekspos anak untuk ganjaran negatif - termasuk kerusakan fisik atau psikologis tambahan, atau pelecehan seumur hidup, diskriminasi atau penolakan oleh masyarakat lokal mereka.

2. Selalu berikan konteks yang akurat untuk cerita atau gambar tentang anak.

3. Selalu mengganti nama dan mengaburkan identitas visual dari setiap anak yang diidentifikasi sebagai:

a. Korban pelecehan atau eksploitasi seksual,
b. Pelaku pelecehan fisik atau seksual,
c. HIV positif, atau yang hidup dengan AIDS, kecuali anak, orang tua atau wali memberikan persetujuan yang dikemukakan penuh,
d. Tersangka atau terhukum karena kejahatan.

4. Dalam keadaan tertentu risiko atau potensi risiko bahaya atau ganjaran hukuman, perlu mengubah nama dan mengaburkan identitas visual dari setiap anak yang diidentifikasi sebagai:

a. Seorang serdadu atau mantan serdadu anak,
b. Pencari suaka, pengungsi atau orang yang terpaksa berpindah secara internal (internal displaced person).

5. Dalam kasus tertentu, menggunakan identitas anak --nama dan / atau gambar yang dikenali-- merupakan kepentingan terbaik anak. Namun, ketika identitas anak yang digunakan, mereka masih harus dilindungi terhadap mara-bahaya dan kemungkinan penstigmaan atau pembalasan.

© NS | Pemotretan [Puncak, Juli 2008] dengan persetujuan, dan pengunggahan dengan sepengetahuan. (2008)

Beberapa contoh kasus-kasus khusus adalah:

a. Ketika seorang anak memulai kontak dengan wartawan, ingin melaksnakan hak mereka atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, pendapat mereka harus didengar.
b. Ketika seorang anak merupakan bagian dari program berkelanjutan dari aktivisme atau mobilisasi sosial sehingaga perlu diidentifikasi.
c. Ketika seorang anak terlibat dalam program psikososial dan mengklaim nama dan identitas mereka merupakan bagian dari perkembangan sehat mereka.

6. Konfirmasikan keakuratan tentang apa yang anak katakan, baik dengan anak-anak lain atau orang dewasa, sebaiknya kedua-duanya.

7. Jika ragu tentang apakah seorang anak berisiko, liput tentang situasi umum untuk anak-anak daripada individu anak, tidak peduli seberapa layak diberitakan.

© Fanny Octavianus | Sabang, Jakarta Pusat (2010)

Untuk informasi lebih lanjut, lihat "Media dan Hak Anak" yang diterbitkan oleh UNICEF / Mediawise (http://www.unicef.org/ceecis/The_Media_and_Children_Rights_2005.pdf)
Sumber: http://www.unicef.org/ceecis/media_1482.html

(Catatan Facebook Harry Wibowo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar