Kamis, 08 Oktober 2015

Pucat

Aku merasakan sedikit demam ketika benar-benar bangun dari tidur pukul 7 malam. Usai mandi, aku melihat sepotong kota Surabaya melalui jendela kamar hotel.

Menguruk Teluk Palu

Jembatan Empat (foto 1) di muara Sungai Palu yang disebut-sebut sebagai sumber sedimentasi Teluk Palu rata-rata 1,8 juta ton setiap tahun. Dengan dalih sedimentasi inilah, Pemerintah Kota Palu justru akan menguruk (mereklamasi) kawasan Teluk Palu di pantai Lere.

Halaman Depan Koran Republika

Menurut saya headline Republika hari ini keren, menutupi sehalaman depan dengan asap. Kabar (baik?) turunnya harga Solar jadi percuma kalau masalah asap tidak bisa diatasi. Piye Jokowi?

Buku

Dia adalah pembaca buku. Beberapa kali aku menemukannya sedang membaca buku justru ketika kami kawan-kawannya, asik bercengkrama ke barat dan timur. Kadang aku menjumpainya sedang membaca buku di lobi hotel, kadang di warung saat kami makan siang atau sekadar minum kopi. Dia akan tetapi mengaku lebih sering membaca buku di kamar mandi, di WC, saat sedang buang hajat beberapa waktu sebelum mandi pagi. Dia memang pembaca buku yang tabah dan setia di tengah zaman yang menuntut orang hanya sibuk dengan gawai, gadget itu.

Indonesia

Mudah-mudahan bukan ini peta Indonesia yang baru.
(Farid Gaban)

Ampun

Sedangkan maling ayam sedang bermetamorfosis dari manusia menjadi iblis, dan harus segera dibakar hidup-hidup.

Sentimen Pasar

Kubu pro-Jokowi bilang, penguatan rupiah dan indeks bursa saham adalah berkat paket deregulasi pemerintah. Kubu anti-Jokowi bilang itu tak ada kaitannya dg prestasi pemerintah, krn dipicu faktor eksternal (Amerika). Ada juga yg bilang, penguatan terjadi krn investor asing berebut membeli tawaran saham turunan (right issue) HM Sampoerna senilai Rp 20 triliun. Mana yg benar? Menurutku semuanya benar. Kurs rupiah dan bursa saham digerakkan oleh permainan psikologi, oleh sentimen pasar, oleh prospek dan harapan (yg kadang semu). Tapi, itu semua hampir tak ada kaitannya dg kondisi nyata ekonomi orang kebanyakan. Fondasi ekonomi bangsa dan negara tidak bisa disandarkan pd sentimen psikologi yg impulsif. (Farid Gaban)

Rabu, 07 Oktober 2015

Ainun

Habibie mungkin memiliki banyak hal yang bisa membuat orang lain iri. Karir profesional yang cemerlang. Karir intelektual yang monumental. Dan karir politik yang sundul langit.

Langgar

Rasanya aku baru tidur sebentar. Tidur di dalam sebuah langgar berwarna hijau, dengan karpet yang hangat dan bersih. Tubuhku mendekati tembok, tak menempel, dengan jendela besar di sisi kananku.

Cimol

Aku menjumpai laki-laki muda itu pada sebuah sore di seberang jalan Kantor Polresta Pasuruan. Rambutnya setengah gondrong. Kulitnya hitam. Perawakannya tidak tinggi dan tidak pendek. Dia duduk di sebelahku sembari mengepulkan asap kreteknya saat aku menikmati segelas es kelapa muda. Dari wajahnya aku tahu dia lelah, tapi dia tetap menyedekahkan senyum padaku. Giginya yang setengah kuning terlihat berbaris seperti sepasukan tentara yang mendengarkan komandannya berpidato.